Teknologi informasi dan media sosial kini memegang peran penting dalam penyebaran informasi secara real-time, dengan jumlah pengguna global mencapai 4,95 miliar pada tahun 2023 atau sekitar 61,4?ri populasi dunia. Media sosial tidak hanya memfasilitasi interaksi dan penyampaian opini publik, tetapi juga rentan terhadap penyebaran informasi palsu dan ujaran kebencian. Buzzer akun yang menggerakkan opini publik sering digunakan untuk tujuan politik dengan narasi negatif yang dapat memicu intoleransi dan perpecahan sosial. Platform Twitter (X) menjadi wadah utama aktivitas buzzer, namun sulit untuk mengidentifikasi akun-akun tersebut secara otomatis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Natural Language Processing (NLP) dan metode Support Vector Machine (SVM) untuk mengklasifikasi 1.510 postingan menjadi dua kelas, yaitu intoleran dan toleran, dengan data seimbang masing-masing 755 postingan. Proses data preprocessing meliputi normalisasi, pembersihan data, tokenisasi, penghilangan stopword, dan stemming, serta pembobotan menggunakan TF-IDF. Model SVM dengan kernel sigmoid dan pembagian data 80:20 menghasilkan performa terbaik dengan akurasi 97%, presisi 96%, recall 98%, dan f1-score 97%. Analisis lanjutan pada lima akun buzzer mengungkapkan tingkat intoleransi yang bervariasi, dengan nilai tertinggi mencapai 70,59%.